Oleh: Dr. (Cand) H. Bustami Zainudin S.Pd, MH. (Wakil Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi PDI Perjuangan Lampung)
Sedikit membuka memori beberapa tahun lalu, jika setiap memasuki akhir bulan September kita selalu disuguhkan tontonan film fenomenal yaitu Film G 30 S. Mungkin bagi generasi 80 hingga 90-an menjadi tontonan wajib kala itu.
Kini, seiring perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat, kita pun seakan terbius untuk seolah-olah melupakan sejarah yang sangat penting sebagai wujud terbentuknya dasar negara kepulauan, Indonesia.
Setiap tanggal 1 Oktober, negeri ini memperingati hari yang sangat krusial bagi terciptanya kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Sementara tanggal 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September.
Perkembangan politik dan mekanisme kepemimpinan di negara ini, membuat lambat laun peringatan hari kesaktian Pancasila juga mulai dilupakan atau bahkan ditiadakan. Ketika di zaman orde baru Hari Kesaktian Pancasila begitu meriah diadakan baik dalam bentuk upacara maupun kegiatan lain baik di sekolah maupun di instansi pemerintah.
Kini seiring dengan perubahan-perubahan mendasar di bidang pemerintahan pada era reformasi maka peringatan tersebut cenderung sepi dan mulai ditinggalkan. Peringatan Hari Kesaktian Pancasila hanya milik segelintir orang yang masih peka dan ingin memaknai momentum penting negeri ini.
Untuk itu, momen tanggal 1 Juni yang diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan momentum Hari Kesaktian Pancasila. 1 Juni setiap tahunnya harus dapat menjadi media refleksi dan evaluasi kita sabagai warga bangsa akan pengamalan kita terhadap nilai nilai luhur Pancasila. Dua hari bersejarah tersebut harus menjadi momentum berharga untuk mengembalikan kesadaran kita sebagai warga bangsa, bahwa Pancasilaku, Pancasilamu adalah Pancasila kita semua.
Selain itu, euforia yang berlebihan pada era reformasi sekarang ini, membuat peringatan hari lahir dan Hari Kesaktian Pancasila dianggap merupakan produk rezim pemerintahan yang berkuasa, sehingga seiring dengan tumbangnya sebuah rezim maka peringatan tersebut cenderung ditiadakan. Padahal mungkin saja tidak semua produk rezim tersebut tersebut jelek dan tidak bisa dilaksanakan. Karena ada substansi penting dan bersejarah dalam momen tersebut.
Keliru rasanya jika ada yang memiliki paradigma seperti itu. Harusnya, momen ini dapat dijadikan sebagai wujud dan kepedulian kita terhadap ideologi Pancasila sebagai ideologi nasional yang mengalami percobaan berkali-kali.
Peringatan lewat upacara-upacara bendera di sekolah seperti zaman dahulu. Seharusnya tetap dipertahankan dan dilaksanakan disekolah-sekolah maupun di instansi pemerintah sebagai pengingat momentum bersejarah yang tak pernah terlupakan. Tetapi ada-ada hal terpenting dari momentum hari lahir dan hari kesaktian Pancasila yaitu Pancasila harus dijadikan paradigma dalam berbangsa dan bernegara.
Pancasila harus dijadikan acuan utama memecahkan problematika yang terjadi dalam bidang apapun, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hankam. Dan yang paling utama tentunya walaupun sekarang tidak ada lagi P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), semua komponen masyarakat Indonesia harus bertekad dan bersatu untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sekalipun orde akan terus berganti, pancasila yang kita peringati setiap tahunnya harus kita pertahankan kesaktiannya dalam format yang tidak meninggalkan ruh-ruh ideologi yang sesungguhnya. Saatnya kini kita saling introspeksi diri. Tak perlu saling menyalahkan. Kita jaga diri dengan pengamalan nilai pancasila secara benar agar mampu menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang terkenal dengan keramah tamahannya, dan sifat kegotong royongannya.
Kita pun menjadi sebuah bangsa yang saling tolong menolong. Mampu berbuat adil, dan menyadari bahwa kita adalah bangsa yang besar. Bangsa yang memiliki dasar negara pancasila yang bertujuan sangat mulia. Kita pun adalah bangsa yang beragama dengan adanya kerukunan hidup antar umat beragama. Pancasila yang telah menjadi pilar bangsa akan terus mempersatukan kita sebagai bangsa yang besar dan disegani bangsa lainnya di dunia.
Saatnya kini Pancasila jangan hanya dijadikan sebagai sebuah Simbol usang yang mungkin sudah terhapus nilai-nilai serta ajarannya. Penduduk bangsa ini tidak boleh lupa bahwa Pancasila mampu mempersatukan semua golongan bangsa ini.
Pancasila yang mampu membakar semangat anak bangsa untuk tetap mempertahankan kedaulatan Negara Republik Indonesia dari serangan-serangan bangsa lain yang ingin menduduki (kembali) NKRI.
Nilai-nilai Pancasila jangan pernah “terhapus” dari memori kolektif masyarakat Indonesia. Pancasila tak boleh “dilupakan” dari kehidupan bangsa ini, agar kekerasan tidak merajalela dan menjamur dimana-mana, dan di banyak tempat. Toleransi dan semangat gotong-royong harus menggantikan semangat komunal dan individual.
Dalam penutup pidatonya di hadapan Dokuritsu zyunbi Tyooosakai Bung Karno berpesan : “Jangan mengira bahwa dengan berdirinya Negara Indonesia merdeka itu perjuangan kita telah berakhir, Tidak!, bahkan saya berkata: di dalam Indonesia merdeka itu perjuangan kita harus berjalan terus, hanya lain sifatnya dengan dengan perjuangan sekarang, lain coraknya, nanti kita bersama-sama, sebagai bangsa Indonesia bersatu padu, berjuang terus menyelenggarakan apa yang kita cita-citakan di dalam Pancasila.” (*)